MATERI BUDIDAYA LAUT ( TUGAS )

•June 2, 2010 • Leave a Comment

KELOMPOK :
Enjang Hernandi H 230210080068
Jimy Kalther 230210080049
Reza M. Azhar 230210080007
Alfian Nurrachman 230210080071
Andy Catur 2302100700
Gusti Septiandina 230210080002


SEJARAH BUDIDAYA LAUT
Awal budidaya laut atau marikultur di Indonesia ditandai dengan adanya keberhasilan budidaya mutiara oleh perusahaan Jepang pada tahun 1928 di Buton- Sulawesi Tenggara. Selanjutnya, awal tahun 1970-an dilakukan percobaan dan pengembangan budidaya rumput laut (Euchema sp.) di Pulau Samaringa-Sulawesi Tengah, dengan adanya kerjasama antara Lembaga Penelitian Perikanan Laut dan perusaan Denmark. Sementara itu, awal tahun 1980-an banyak pengusaha ekspor ikan kerapu hidup di Kepulauan Riau membuat karamba jaring tancap serta karamba jaring apung sebagai tempat penampungan ikan kerapu hidup hasil tangkapan sebelum di ekspor ke Singapura dan Hongkong. Adapun perkembangan budidaya laut khususnya dalam karamba jaring apung (KJA) dipicu oleh keberhasilan pembenihan ikan bandeng dan ikan kerapu di hatchery secara massal pada tahun 1990-an di Loka Penelitian Budidaya Pantai di Gondol Bali.
Mengapa?
Banyak sekali tujuan yang menjadi target pencapaian dalam pelaksanaan budidaya laut, diantaranya adalah:
1. Efektif dan efisien
2. Menghasilkan komoditas yang lebih baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Dengan adanya metode budidaya yang sesuai terhadap suatu jenis komoditas laut, diharapkan bisa merubah komoditas tersebut baik dari segi kualitas maupun kuantitas jika dibandingkan dengan komoditas lain yang sama yang hidup bebas di alam
3. Potensi
4. Memberdayakan masyarakat
5. Menjaga kelestarian ekosistem di alam

PRINSIP DASAR BUDIDAYA LAUT
Kegiatan budidaya laut pada dasarnya sama dengan budidaya perikanan darat. Budidaya laut merupakan kegiatan yang baru di dunia perikanan. Beberapa alasan budidaya laut bisa berkembang, diantaranya sumber day aikan yang ditangkap sudah menurun sehingga nelayan beralih ke budidaya, budidaya perikanan di darat banyak menglami hambatan dan harga atau nilai jual komoditas budidaya laut relatif lebih tinggi dibanding dengan budidaya air tawar.

A. Pemilihan Jenis Komoditas
Ada bebereapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan pilihan b iota laut yang akan dibudidayakan, diantaranya aspek permintaan pasar, pasok benih, sediaan teknologi budidaya, sediaan lahan, dan kemungkinan timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan. Pertimbangan untuk memilih komodit as laut yang akan dibudidayakan :
1. Sebaikknya mengembangkan spesies asli/ lokal daripada introduksi atau impor.
2. Memilih spesies yang sesuai dengan permintaan pasar.
3. Diversifikasi spesies budidaya diprioritaskan pada ikan pemakan plankton dan ikan herbivora. Jumlahnya lebih banyak daripada ikan karnivora.
4. Jenis ikan pelagis lebih mudah dibudidayakan dilihat dari penerapan teknologinya dibandingkan dengan ikan demersal.
5. Ikan yang tidak hanya bisa bernafas dengan insang atau ikan yang mempunyai labirin lebih mudah pemeliharaan dan tidak memerlukan mutu air yang baik.
6. Ikan yang teknologi pembenihannya sudah maju sehingga pasokan benih baik jumlah dan kualitasnya tersedia setiap saat.
7. Seluruh siklus hidup ikan budidaya harus dapat dikontrol dan teknologinya sudah dikuasai.

Banyak jenis biota laut yang sudah biasa dibudidayakan, seperti jenis ikan, krustasea, moluska, echinodermata, dan rumput laut. Ikan yang sudah biasa dibudidayakan adalah :
1. Kerapu bebek
2. Kerapu macan
3. Kerapu lumpur
4. Kakap merah
5. Baronang
6. Nila merah
7. Bandeng
8. Cobia
9. Kerapu sunu
10. Dan lain-lain
Jenis udang yang biasa dibudidayakan antara lain :
1. Udang windu
2. Udang barong
Sedangkan jenis-jenis moluska yang senantiasa dibudidayakan antara lain :
1. Tiram daging
2. Tiram mutiara
3. Kerang hijau
4. Kerang darah
5. Kerang abalon
6. Tiram mabe
7. Dan lain-lain

B. Pemilihan Lokasi
Sebagai langkah awal budidaya laut adalah pemilihan lokasi budidaya yang tepat. Oleh karena itu, pemilihan dan penentuan lokasi budidaya harus didasarkan pertimbangan ekologis, teknis, higienis, sosio-ekonomis, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemilihan lokasi sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan gabungan beberapa faktor yang dikaji secara menyeluruh.
1. Persyaratan teknis
Sesuai dengan sifatnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan, lingkungan bagi kegiatan budidaya laut dalam keramba jaring apung sangat menentukan keberhasilan usaha. Pemilihan lokasi yang baik harus memperhatikan aspek fisika, biologi, dan kimia perairan yang cocok untuk biota laut. Selain itu, pemilihan lokasi perlu juga mempertimbangkan aspek efisiensi biaya operasional budidaya.
2. Persyaratan sosial-ekonomi
Berikut beberapa aspek sosio ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam pemilihan dan penentuan lokasi.
a) Keterjangkauan lokasi. Lokasi budidaya yang dipilih sebaiknya adalah lokasi yang mudah dijangkau.
b) Tenaga kerja. Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang memiliki tempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya, terutama pemberdayaan masyarakat dan nelayan.
c) Sarana dan pra sarana. Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan sarana dan prasarana perhubungan ynag memadai untuk mempermudah pengangkutan bahan, benih, hasil dan lain-lain.
d) Kondisi masyarakat. Kondisi masyarakat yang lebih kondusif akan memungkinkan perkembangan usaha budidaya laut di daerah tersebut.
3. Persyaratan non-teknis
Persyaratan non-teknis yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi adalah :
a) Keterlindungan. Lokasi budidaya harus terlindung dari bahaya fisik yang dapat merusaknya. Misalnya gelombang besar dan angin. Oleh karena itu, lokasi budidaya biasanya dipilih di tempat yang terlindung atau terhalang oleh pulau.
b) Keamanan lokasi. Masalah pencurian harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi budidaya agar proses budidaya aman dan tidak terganggu.
c) Konflik kepentingan. Lokasi budidaya tidak boleh menimbulkan konflik kepentingan, misalnya, antara kegiatan perikanan dan nonperikanan (pariwisata).
d) Aspek peraturan dan perundang-undangan. Pemilihan lokasi harus sesuai dan tidak melanggar peraturan agar budidaya dapat berkelanjutan.

C. Teknis Budidaya
Berbeda dengan budidaya air tawar, komoditas budidaya laut cukup banyak. Selain itu, metode atau teknologi budidaya laut lebih beragam, mulai dari pemanfaatan lahan dasar, penggunaan jaring atau rak tancap ( pen Culture ), Keramba Jaring apung.
a) Jaring Tancap
Jaring tancap ( pen Culture ) biasanya dipasang di bawah ( kolong ) rumah nelayan di pinggir pantai atau dipasang di tengah laut pada kedalaman 2-8 meter waktu surut terendah. Jaring tancap merupakan jaring kantong berbentuk persegi yang dipasang pada kerangka bambu atau kayu yang ditancap pada dasar perairan. Pasangan kayu / bambu ditancap rapat, seperti pagar, atau hanya dipasang di bagian sudut kantong jaring. Jaring sebagai lapisan dalam diikatkan pada kayu.
b) Keramba jaring apung
Keramba Jaring Apung ( KJA ) dapat dibuat dalam berbagai ukuran. Desain dan bahan tergantung pada kemudahan penanganan, daya tahan bahan baku,harga, dan faktor lainnya. Jaring atau wadah untuk pemeliharaan ikan di laut dibuat dari bahan polietilen. Bentuk dan ukuran bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran ikan, kedalaman perairan, serta faktor kemudahan dalam pengelolaan.

BUDIDAYA RUMPUT LAUT
Rumput laut merupakan sumber utama penghasil agar-agar, alginat dan karaginan yang banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, kosmetik, farmasi dan industri lainnya, seperti industri kertas, tekstil, fotografi, pasta dan pengelengan ikan.
Beberapa jenis rumput laut yang telah berhasil di budidayakan dan telah berkembang dengan baik di tingkat pembudidaya adalah Kappaphycus alvarezii dan euchema denticulatum yang di pelihara di perairan pantai (laut).

A. Pemilihan lokasi budidaya
Pertumbuhan rumput laut ditentukan oleh kondisi perairan sehingga kondisi rumput laut cenderung bervariasi dari lokasi budidaya yang berbeda.
Karakteristik ekologi suatu lokasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha rumput laut. Parameter yang perku di oerhatikan adalah sebagai berikut:
1. Arus
Rumput laut merupakan tanaman yang memperoleh makanan (unsur hara) melalui aliran air yg melewatinya. Kecepatan arus yang baik untuk budidaya adalah 20-40 cm/detik.
2. Dasar Perairan
Dasar perairan berupa pecahan karang dan pasir karang merupakan kondisi dasar perairan yang sesuai dengan budidaya rumput laut.
3. Kedalaman
Kealaman perairan sangat tergantung dengan metode budidaya yang akan di pilih. Pemilihan kedalaman perairan yang tepat dilakukan untuk manghindari kekeringan dan mengoptimalkan pencapaian sinar matahari ke rumput laut.
4. Kadar Garam
Kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar antara 28-35 g/Kg
5. Kecerahan
Lokasi budidaya rumput laut sebaiknya pada perairan yang jernih dengen tingkat kecerahan yang tinggi.
6. Ketersediaan bibit
Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di sekitar lokasi budidaya yang di pilih, baik yang bersumber dari alam maupun dari budidaya sendiri.
7. Orgaisme Pengganggu
Lokasi budidaya diusahakan pada lokasi yang tidak banyak terdapat organisme pengganggu, seperti ikan baronang, bintang laut, bulu babi, dan penyu.

B. Metode Budidaya
1. Metode Lepas Dasar
Metode ini dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur dan tyerlindung dari hempasan gelombang yang besar. Hal ini penting untuk memudahkan pamasagan patok . biasanya lokasi dikelilingi oleh karang pemecah gelombang. Selain itu, sebaiknya memiliki kedalaman air sekitar 50cm pd surut terendah dan 3m pada saat pasang tertinggi.
2. Metode Rakit Apung
Merupakan budidaya rumput laut dengan cara mengikat rumput laut pada tali ris. Yang diikat pada rakit apung yang terbuat dari bambu. Satu unit rakit apung berukuran 2,5 m – 5 m. Tanaman harus selalu berada sekitar 30-50 cm dibawah permukaan air laut.
3. Metode Rawai
Metode ini dikenal dengan metode long line yang menggunakan tali panjang yang di bentangkan. Metode ini merupakan salah satu metode permukaan yang paling banyak di minati pembudidaya. Alat dan bahan yang digunakan dalam metode ini lebih tahan lama, relatif murah, dan mudah diperoleh.
4. Metode Jalur
Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dengan rawai. Kerangka metode ini ternuat dari rakit (bambu) yang tersusun sejajar. Kedua ujung setiap bambu dihubungkan dengan tali utama berdiameter 6mm sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5m – 7m per petak dengan satu unit terdiri dari 7-10 petak.
Pada kedua ujung setiap unit di beri jangkar penanaman dimulai dengan mengikat bibit rumput laut ke tali jalur. Tali tersebut telah di lengkapi dengan tali polietilen berdiameter 0,2c sebagai pengikat bibit. Adapun jaraknya sekotar 25cm.

C. Pengolahan budidaya
1. Penyediaan bibit
Penyediaan bibit rumput laut diambil dari alam, budidaya, dan pembenihan. Budidaya rumput laut dapat mengambbil benih dari alam bila lokasi budidaya tersebut memiliki potensi bibit alam.
2. Penanganan bibit selama pengangkutan
Pengangkutan bibit selama pengangkutan dari tempat asal ke lokasi budidaya dilakukan sebagai berikut :
• Bibit harus dijaga agar tetap lembab
• Usahakan agar tidak terkena air tawar, hujan, embun, mminyak, dan kotoran lainnya karena akan merusak bibit.
• Bibit tidak boleh terkena sinar matahri
• Bibit diletakkan pada daerah yang jahu dari sumber panas, seperti mesin mobil atau perahu.
3. Penanaman bibit
Bibit yang akan ditanam dipilih yang berkualitas. Kepadatan penanaman bibit rumput laut tergantung dari jenis dan metode budidaya yang akan digunakan. Untuk budidaya Euchema sp. Bobot bibit yang digunakan sekitar 50-100 ggr per ikatan dengan jarak tidak kurang dari 25 cm.
4. Perawatan tanaman
Agar budidaya dapat dilakukan dengan baik dan berhasil maka harus dilakukan perawatan dan pemeliharaan. Perawatan bukan hanya pada tanaman itu sendiri tetapi juga pada alat-alat dan perangkat budidaya. Oleh karena itu, pengelola rumput laut sangat diperlukan untuk memperkecil kemungkinan kerusakan tanaman.
Kegiatan perawatan meliputi pembersihan lumpur, kotoran, dan biofouling yang menempel pada thallus rumput laut; penyisipan tanaman yang rusak atau lepas dari ikatan; penggantian patok, pelampung dan lain-lain.

D. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama tanaman pada budidaya rumput laut umumnya merupakan organisme laut, terutama ikan baronang dan penyu yang memangsa tanaman. Secara alami, organisme tersebut hidup dengan rumput laut sebagai makanan utamanya. Hama tersebut dapat menimbulkan kerusakan fisik pada tanaman budidaya.
Penyakit ice-ice merupakan kendala utama budidaya rumput laut. Gejala ini dikenal juga dengan nama white spot. Rumput laut yang terserang penyakit itu antara lain pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna thallus menjadi pucat atau warna tidak cerah, dan sebagian atau seluruh thallus pada beberapa cabang mengalami keputihan serta membusuk. Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan, seperti arus, suhu, dan kecerahan. Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur hara nitrat dalam perairan juga merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut.

E. Panen
Waktu panen sangat ditentukan oleh waktu tanaman dalam mencapai tingkat kandungan bahan utama maksimal. Dengan demikian panen rumput laut sebaiknya dilakukan setelah mencapai pemeliharaan selama 45 hari. Namun, panen untuk rumput laut untuk bibit dilakukan pada saat umur tanaman berkisar 25-35 hari.
Panen dilakukan pada cuaca yang cerah agar kualitas rumput laut yang dihasilkan terjamin. Panen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ; panen selektif atau parsial dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan dari tali ris. Keuntungan cara ini adalah penghematan tali rafia pengikat rumput laut, tetapi memerlukan waktu yang agak lama. Sementara itu panen kaseluruhan dilakukan dengan mengangkut seluruh tanaman sekaligus sehingga waktu kerja yang diperlukan lebih singkat.
Panen rumput laut secara keseluruhan pada metode lepas dasar, rakit apung, rawai, dan jalur dilakukan dengan cara berikut :
• Rumput laut dibersihkan dari kotoran atau tanaman lain yang melekat sebelum dipanen.
• Tali ris yang penuh dengan ikatan rumput laut dilepaskan dari bambu atau tali utama.
• Gulungan dari tali ris yang berisi ikatan rumput laut diletakan di sampan atau wadah transportasi lainnya.

RESUME EKOLOGI LAUT TROPIS

•April 15, 2010 • Leave a Comment

EKOLOGI LAUT TROPIS

Link Ke Daftar Istilah

Inti permasalahan hidup adalah hubungan makhluk hidup khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya disebut dengan ekologi. Oleh karena itu permasalahan lingkungan hidup pada hakekatnya merupakan permasalahan ekologi.

Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh Arnest Haeckel pada pertengahan tahun 1860-an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah ekologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat pula dikatakan sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup.

Ekologi laut tropis merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungannya yaitu lingkungan laut tropis. Dikatakan laut tropis karena ekosistem ini memiliki karakteristik laut yang berbeda dengan ekosistem laut lainnya (laut subtropis dan laut kutub).

Karakteristik Laut Tropik

1. Tingkat produktivitas

Laut Tropis : tingkat produktivitasnya sangat tinggi karena intensitas penyinaran matahari terus menerus sepanjang tahun dan hanya ada dua musim yaitu hujan dan kemarau sehingga kondisi ini sangat optimal bagi produksi fitoplankton di sepanjang tahun.

Laut Subtropis : intensitas sinar matahari di laut subtropis bervariasi menurut musim (dingin, semi, panas dan gugur). Tingkat produktivitas akan berbeda pada setiap musim. Pada musim semi tingkat produktivitasnya tinggi dan pada musim dingin sangat rendah.

Laut Kutub : masa produktivitas sangat pendek (Juli atau Agustus) yaitu saat musim panas dimana fitoplankton bisa tumbuh.

2. Jenis predator tertinggi dalam rantai makanan

Laut Tropis : jenis predator tertinggi di laut tropis adalah ikan tuna, lansetfish, setuhuk, hiu sedang dan hiu besar. Predator lainnya adalah cumi-cumi dan  lumba-lumba.

Laut Subtropis : predator tertinggi di laut subtropis adalah lumba-lumba, anjing laut, singa laut, ikan paus dan burung-burung laut. Predator lainnya adalah ikan salem dan cumi-cumi.

Laut Kutub : predator tertinggi adalah ikan paus. Predator lainnya adalah anjing laut dan singa laut.

3. Struktur trofik komunitas pelagik

Jaring-jaring makanan dan struktur trofik komunitas pelagik berbeda pada tiga daerah geografik (laut tropik, subtropik, kutub). Jumlah dan jenis masing-masing tingkat trofik berbeda, yaitu laut tropik yang paling banyak, diikuti oleh laut subtropik dan terakhir laut kutub.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumya, bahwa ekologi mempelajari hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya atau dengan kata lain ekologi adalah ilmu yang mempelajari ekosistem.

Ekosistem adalah  suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem pertama kali dikemukakan oleh Tansley pada tahun 1835. Sistem ini memiliki beberapa  nama lain, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Forbs pada tahun 1887 menyebut ekosistem sebagai mikrokosm, Friederich pada tahun 1930 menyebut holocoen, dan Thienemann tahun 1939 menyebut biosistem.

Pembagian Ekosistem

1. Berdasarkan Tingkat makan-memakan (trophic level)

–          Autotrophic organism (organisme autotrop) yaitu organisme yang mampu mensistesis makanannya sendiri yang berupa bahan organik dari bahan-bahan anorganik sederhana dengan bantuan sinar matahari dan zat hijau daun (klorofil).

–          Heterotropic organism (organism heterotrop) yaitu organisme yang menyusun kembali dan menguraikan bahan-bahan organik kompleks yang telah mati ke dalam senyawa anorganik sederhana.

2. Berdasarkan segi fungsional

–          Aliran energi

–          Rantai makanan

–          Pola keanekaragaman dalam ruang dan waktu

–          Siklus hara / daur makanan (biogeokimia)

–          Pengembangan dan evolusi

–          Pengendalian / kontrol (sibernetik)

3. Berdasarkan Unsur Penyusun

–          Komponen abiotik yang merupakan medium

–          Produsen (organisme autotrofik)

–          Konsumen (organisme heterotrofik)

–          Pengurai (organisme saprotrofik dan osmotrofik)

Faktor Penyebab Perbedaan Ekosistem

–          Perbedaan kondisi iklim (hutan hujan, hutan musim, hutan savana)

–          Perbedaan letak dari permukaan laut, topografi, dan formasi geologik (zonasi pada pegunungan, lereng pegunungan yang curam, lembah sungai)

–          Perbedaan kondisi tanah dan air tanah (pasir, lempung, basah, kering)

Tipe Ekosistem

  1. Ekosistem terestris (daratan)

–          Ekosistem hutan

–          Ekosistem padang rumput

–          Ekosistem gurun

–          Ekosistem anthropogen atau buatan (sawah,

–          kebun, dan lainnya)

2.Ekosistem akuatik (perairan)

–          Ekosistem air tawar, misalnya kolam, danau, sungai, dan lainnya

–          Ekosistem lautan

NICHE

Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927) ilmuwan Inggris. Niche atau nicia atau ecological niche adalah kedudukan, peran dan fungsi suatu jenis makhluk hidup dalam habitat hidup / ekosistemnya. Tidak hanya tergantung di mana organisme tadi hidup, tetapi juga pada apa yang dilakukan organisme termasuk mengubah energi, bertingkah laku, bereaksi, mengubah lingkungan fisik maupun biologi dan bagaimana organisme dihambat oleh spesies lain. Pengetahuan tentang nicia, sebagai landasan untuk memahami berfungsinya suatu komunitas dan ekosistem dalam habitat utama.

Dengan adanya konsep niche didalam suatu ekosistem, akan timbul suatu hukum interaksi yang berlaku bagi makhluk hidup yang ada pada ekosistem tersebut. Hukum Interaksi yang terjadi pada ekosistem laut.

  • Netral : penyu dan ikan tuna
  • Kompetisi : ikan tuna dan ikan tongkol
  • Predasi : penyu dan rumput laut
  • Mutualisme : ikan hiu dan ikan remora
  • Komensalisme :
  • Parasitisme : ikan dan bakteri
  • Antibiosa/amensalisme : Alelopaty dari gulma

Suksesi (dari bahasa Latin: sub = di bawah, setelah; cedere = berlalu) merupakan proses perubahan komunitas yang terjadi sedikit demi sedikit dalam jangka waktu tertentu menuju satu arah hingga terbentuk komunitas yang berbeda dari komunitas semula. Dalam proses suksesi, perubahan yang terjadi tidaklah berlangsung secara terus menerus, tetapi akan berakhir setelah mencapai batas tertentu yaitu pada komunitas atau ekosistem yang stabil, disebut klimaks.

Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem dan adanya perbedaan penyerbuan (invasi) tiap jenis ke suatu wilayah baru.

Berdasarkan kondisi habitat pada awal proses suksesi terjadi, dikenal adanya dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer terjadi apabila ada gangguan pada komunitas asal yang mengakibatkan hilang atau musnahnya komunitas asal secara total sehingga di tempat komunitas asal tersebut terbentuk habitat atau substrat baru dengan komunitas yang baru pula. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami (misalnya, endapan lumpur di muara sungai atau estuarine, endapan pasir di pantai/akresi, ataupun tanah longsor/erosi tanah) atau dibuat oleh manusia (contohnya, pengurukan lahan dan pertambangan). Suksesi sekunder terjadi karena gangguan pada komunitas atau ekosistem baik secara alami (banjir, tsunami, dsb) maupun buatan tidak memusnahkan ekosistem asal secara total. Oleh karena itu, pada komunitas atau ekosistem asal substrat lama dan kehidupan masih ada. Sisa-sisa komunitas tersebut dapat tumbuh dan membentuk komunitas baru.

SIKLUS BIOGEOKIMIA

Pada dasarnya semua unsur kimia di alam akan mengalami sirkulasi, yaitu dari bentuk yang berada di dalam lingkungan (abiotik) menuju ke dalam bentuk yang berada di dalam organisme (biotik), dan kemudian kembali lagi ke lingkungan. Proses ini disebut sebagai siklus atau daur ulang biogeokimiawi, atau siklus materi.

Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi jugs melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.

Pendaurulangan unsur-unsur organik tersebut sangat penting bagi kelangsungan hidup semua organisme. Hal ini disebabkan sumber unsur-unsur sangat terbatas sehingga unsure-unsur anorganik menjadi habis terpakai jika digunakan secara terus menerus. Berikut ini proses siklus biogeokimia beberapa unsur-unsur anorganik penting, diantaranya Nitrogen (N), Fosfor (F), Carbon (C) dan Oksigen (O).

1. Siklus Nitrogen (N2)

2. Siklus fosfor

3. Siklus karbon dan oksigen

PENGELOLAAN SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN SECARA TERPADU

Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan lautan

Dikenal juga dengan terminologi:

–          Integrated Coastal Zone Management (ICZM)

“Pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pesisir dengan cara melakukan penilaian secara menyeluruh (Comprehensive assessment)”

–          Integrated Coastal Zona Planning and Management

–          Integrated Coastal Management

–          Integrated Coastal Resources Management

–          Coastal Zone Resources Management

–          Coastal Resources Management

–          Coastal Zone Management

–          Konsep pengelolaan di atas akan menghasilkan:

–          Marine Management Area/Marine Protection Area: Daerah Pengelolaan Laut/Daerah Perlindungan Laut

Potensi SDA Pesisir dan Laut

–          Indonesia → negara kepulauan (sekitar 17.000 buah pulau)

–          Wilayah pesisir dan laut luas (3,1 km2 dan ZEE 2,7 km2)

–          Garis pantai memuat habitat pantai yang sangat bervariasi, 81 km, kedua terpanjang setelah Canada

–          Terumbu karang (600 dari 800 spesies) menyediakan berbagai barang dan jasa untuk makanan dan mata pencaharian, pariwisata, sumber bahan obat dan kosmetik, habitat

–          Perlindungan dan bertelur

–          Mangrove (40 spesies mangrove sejati dari 50 spesies) Mangrove → nursery ground, spawning, dan feeding ground  banyak spesiesikan dan udang dan memberikan perlindungan terhadap gelombang

–          Lamun (12 spesies) → nursery ground, daerah pencarian makan bagi mamalia laut

–          Rumput Laut (56 spesies) → Rumput laut/seaweed à pangan dan obat-obatan

–          Ikan (6,6 juta ton/tahun)

Pesisir

1.Wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang, dan ke arah laut meliputi daerah papaan benua

2. Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Sektoral: oleh satu instansi pemerintah untuk tujuan tertentu misal perikanan, konflik kepentingan

Perencanaan Terpadu: mengkoordinasikan mengarahkan berbagai aktivitas kegiatan. Terprogram untuk tujuan keharmonisan, optimal antara kepentingan lingkungan, pembangunan ekonomi dan keterlibatan masyarakat, pengaturan tataruang.

EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Terumbu karang (coral reef ) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin, 1993).

Meskipun beberapa karang dapat dijumpai dari lautan subtropis tetapi spesies yang membentuk karang hanya terdapat di daerah tropis. Kehidupan karang di lautan dibatasi oleh kedalaman yang biasanya kurang dari 25 m dan oleh area yang mempunyai suhu rata-rata minimum dalam setahun sebesar 10oC. Pertumbuhan maksimum terumbu karang terjadi pada kedalaman kurang dari 10 m dan suhu sekitar 25 o C sampai 29 oC. Karena sifat hidup inilah maka terumbu karang banyak dijumpai di Indonesia (Hutabarat dan Evans, 1984).

Selanjutnya Nybakken (1992) mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum yaitu :

  1. Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef )
  2. Terumbu karang penghalang (Barrier reef)
  3. Terumbu karang cincin (atoll)

Diantara tiga struktur tersebut, terumbu karang yang paling umum dijumpai di perairan Indonesia adalah terumbu karang tepi (Suharsono, 1998). Penjelasan ketiga tipe terumbu karang sebagai berikut :

  1. Terumbu karang tepi (fringing reef) ini berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40m. Terumbu karang ini tumbuh keatas atau kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik bahkan banyak mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat.
  2. Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reef ) terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan – akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya adalah The Greaat Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350 mil.
  3. Terumbu karang cincin (atol) yang melingkari suatu goba (laggon). Kedalaman goba didalam atol sekitar 45m jarang sampai 100m seperti terumbu karang penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi Selatan.

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah:

  • sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
  • pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
  • penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.

Jaring Makanan Terumbu Karang

Secara garis besar tingkat trofik dalam jejaring makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok produsen yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari untuk mengubah bahan-bahan anorganik menjadi karbohidrat dan oksigen yang diperlukan seluruh makhluk hidup, dan kelompok  konsumen yang tidak dapat mengasimilasi bahan makanan dan oksigen secara mandiri (heterotrof).

EKOSISTEM PADANG LAMUN


  • Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang hidupnya terbenam di dalam laut
  • Padang lamun ini merupakan ekosistem yang mempunyai produktivitas organik yang  tinggi
  • Fungsi ekologi yang penting yaitu sebagai feeding ground, spawning ground dan nursery ground beberapa jenis hewan yaitu udang dan ikan baranong, sebagai peredam arus sehingga perairan dan sekitarnya menjadi tenang

Ancaman Terhadap Padang Lamun

  • Pengerukan dan pengurugan dari aktivitas pembangunan (pemukiman pinggir laut, pelabuhan, industri dan saluran navigasi)
  • Pencemaran limbah industri terutama logam berat dan senyawa organoklorin
  • Pembuangan sampah organik
  • Pencemaran limbah pertanian
  • Pencemaran minyak dan industri

Upaya pelestarian Padang Lamun

  • Mencegah terjadinya pengrusakan akibat pengerukan dan pengurugan kawasan lamun
  • Mencegah terjadinya pengrusakan akibat kegiatan konstruksi di wilayah pesisir
  • Mencegah terjadinya pembuangan limbah dari kegiatan industri, buangan termal serta limbah pemukiman
  • Mencegah terjadinya penangkapan ikan secara destruktif yang membahayakan lamun
  • Memelihara salinitas perairan agar sesuai batas salinitas padang lamun
  • Mencegah terjadinya pencemaran minyak di kawasan lamun

Metode Pengukuran dan Penentuan Status Padang Lamun

  • Metode Transek Garis atau Line Intercept Transect (LIT) dan Petak contoh (Transect plot)
  • Yaitu metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut

Pemanfaatan Lamun

Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang hidup pada padang lamun ada berbagai penghuni tetap ada  pula yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan   yang  datang sebagai pengunjung biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan. Selain  itu, ada pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu (turtle) yang makan lamun Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii (Nontji, 1987).

Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapupun epifit atau detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewan–hewan nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna.

EKOSISTEM MANGROVE

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan

Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :

  1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora spp.).
  2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :

–          Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.

–          Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.

–          Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.

3.  Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut,   dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

Ancaman terhadap Hutan Mangrove

Perubahan hutan mangrove menyebabkan gangguan fungsi ekologi mangrove:

– Konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak, pemukiman,    pertanian, pelabuhan dan perindustrian

– Pencemaran limbah domestik dan bahan pencemar lainnya

– Penebangan ilegal

Kriteria Baku Kerusakan Mangrove

Parameter Penutupan (%) Kerapatan (pohon/Ha)
Baik Sangat Padat > 70% > 1500
Sedang > 50 – < 75 > 1000 – <1500
Rusak Jarang < 50 < 1000

KepMen LH No.201 Tahun 2004

disusun oleh :

Reza Muhammad Azhar (230210080007)

Enjang Hernandi Hidayat (230210080068)

ALIRAN MATERI DAN RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT

•March 31, 2010 • Leave a Comment

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


ALIRAN MATERI DAN RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE

DI PESISIR KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT


Laut merupakan salah satu bagian utama dari komposisi permukaan bumi. Perbandingan daratan dan lautan adalah 30 % bagian dari permukaan bumi adalah daratan, dan 70 % sisanya adalah lautan. Nybaken (1992) membagi secara garis besar daerah perairan laut menjadi 2 (dua) kawasan utama yaitu pelagik dan bentik. Zona pelagic adalah zona permukaan laut yang menerima cahaya matahari (fotik), sedangkan zona bentik adalah zona dasar laut yang kurang atau tidak sama sekali menerima cahaya matahari (afotik). Pada zona pelagik terdapat 3 jenis ekosistem utama yang memiliki produktivitas primer yang tinggi dan umum dijumpai yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove.

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain: pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga dan penghasil keperluan industri. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.

Di kawasan pesisir dan laut Kabupaten Karawang terdapat banyak sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, di antaranya sumber daya hutan mangrove, sumber daya terumbu karang, sumber daya perikanan laut dan sumber daya perikanan tambak.

Mangrove (bakau, api-api dan sejenisnya) adalah vegetasi khas di daerah pesisir pantai. Jenis-jenis tumbuhan mangrove yang ada di Kabupaten Karawang adalah Rhizopora apicullata, Rhizopora mucronata, Avicennia marina, Sonneratia alba dan Lumnitzera racemoza.

Mangrove dapat tumbuh subur di wilayah pesisir Karawang. Wilayah pesisir Karawang memiliki banyak muara sungai, sehingga memiliki karakteristik sedimen pantai berlumpur-pasir. Perairan yang kaya unsur hara dari aliran muara sungai dan substrat yang berpasir-lumpur ini merupakan kondisi lingkungan yang mendukung untuk tumbuh suburnya vegetasi mangrove.

Hutan mangrove di Kabupaten Karawang tersebar di sembilan kecamatan, yaitu Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, Tirtajaya, Cibuaya, Pedes, Cilebar, Tempuran, Cilamaya Kulon dan Cilamaya Wetan. Namun potensi koloni hutan mangrove yang terbesar ada di Kecamatan Tirtajaya, Cibuaya, Cilebar dan Cilamaya. Sedangkan di kecamatan-kecamatan lainnya hanya bersifat setempat dengan jumlah pohon yang tinggal hanya beberapa batang saja. Mengingat mangrove lebih cocok tumbuh di tanah yang berpasir-lumpur, khusus di daerah Pakisjaya yang struktur tanahnya hanya berpasir dan tidak berlumpur, vegetasi didominasi oleh tanaman pakis atau Pinus merkusii, bukan oleh tanaman mangrove.

Berikut peta sebaran hutan mangrove yang ada di Kabupaten Karawang Tahun 2004

peta sebaran mangrove karawang

Sumber: Puslitbang Geologi Kelautan, 2004

ALIRAN MATERI PADA EKOSISTEM MANGROVE

Materi anorganik yang masuk ke lingkungan mangrove akan dimanfaatkan oleh produsen dalam hal ini adalah tumbuhan mangrove untuk kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut berupa Karbon organik,  Nitrogen,  dan  Posfat dan bentuk nutrien yang lainnya.

Mangrove akan menghasilkan serasah berupa bunga, ranting dan daun mangrove yang jatuh ke perairan sebagian akan tenggelam atau terapung di perairan tersebut dan sebagian lagi akan terbawa oleh arus laut ke daerah lain. Serasah yang dihasilkan oleh pohon-pohon mangrove merupakan landasan penting bagi produksi ikan di muara sungai dan daerah pantai.

Zat organik yang berasal dari penguraian serasah hutan mangrove ikut menentukan kehidupan ikan dan invertebrata di sekitarnya dalam rantai makanan.

RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE

Mata rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove ini tidak terputus. Pada dasarnya rantai makanan pada ekosistem mangrove ini terbagi atas dua jenis yaitu rantai makanan secara langsung dan rantai makanan secara tidak langsung ( rantai detritus ).

1. Rantai Makanan Langsung

Pada rantai makanan langsung yang bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove. Tumbuhan mangrove ini akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya sebagai konsumen tingkat satu adalah ikan-ikan kecil dan udang yang langsung memakan serasah mangrove yang jatuh tersebut. Untuk konsumen tingkat dua adalah organisme  karnivora yang memakan ikan-ikan kecil dan udang tersebut. Selanjutnya untuk konsumen tingkat tiga terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan. Pada akhirnya konsumen tingkat tiga ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.

2. Rantai Makanan Tidak Langsung / Rantai Detritus

Pada rantai makanan tidak langsung atau rantai detritus ini melibatkan lebih banyak organisme. Bertindak sebagai produsen adalah mangrove yang akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya serasah ini akan terurai oleh detrivor / pengurai. Detritus  yang mengandung senyawa organic kemudian akan dimakan oleh Crustacea, bacteria, alga, dan mollusca yang bertindak sebagai konsumen tingkat satu. Khusus untuk bacteri dan alga akan dimakan protozoa sebagai konsumen tingkat dua. Protozoa ini kemudian akan dimakan oleh amphipoda sebagai konsumen tingkat tiga. Lalu, baik crustacea ataupun amphipoda ini dimakan oleh ikan kecil (Konsumen Tingkat 4) dan kemudian akan dimakan oleh ikan besar (konsumen 5). Selanjutnya untuk konsumen tingkat enam terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan dan pada akhirnya konsumen tingkat enam ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.

Sumber referensi:

Anonim. 2010. Fauna Mangrove dan Interaksi di Ekosistem Mangrove. http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=18&Itemid=57

Anonim. 2007. Ekosistem Pesisir Jawa Barat 2. http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/ekosistem-pesisir-jawa-barat-2.html

Anonim. 2010. Inventarisasi Lahan Kritis Akibat Abrasi di Wilayah Pesisir Kabupaten Karawang. http://www.bplh-karawang.com/files/Lap%20Keg%20Pesisir.pdf

Penulis :

REZA MUHAMMAD AZHAR (230210080007)

ENJANG HERNANDI HIDAYAT (230210080068)

•January 1, 2010 • 1 Comment

WaRm PooL

Warm Pool merupakan Sebuah Istilah yang lebih Familiarnya di kalangan mahasiswa atau scientist bidang Ilmu kelautan adalah Zona Air Panas.disebut dengan Zona Air Panas karena zona tersebut merupakan zona yang paling hangat dari seluruh Permukaan Laut di Dunia.Pada zona panas ini mengakibatkan Air hangat menguap, membentuk awan, yang menyebabkan banyak hujan. Jadi, dengan zona air panas, kita mendapat banyak curah hujan di barat Pasifik tropis.

Pada umumnya warmpool di Indonesia sering diseut dengan Indo-Pacific Warm Pool (IPWP) dimana IPWP itu sendiri ialah  kolam air hangat terbesar di dunia, terentang dari Samudra Hindia tropis sebelah timur sampai Samudra Pasifik tropis di bagian barat. IPWP memiliki temperatur permukaan laut terpanas, sekitar 28 derajat Celsius, sehingga kawasan itu merupakan sumber panas dan kelembapan terbesar bagi atmosfer dunia. Di Indonesia sendiri, warm pool terdapat di sebelah utara Irian dan di sekitar kepulauan Halmahera.
Warm Pool itu sendiri terbentuk karena adanya Angin Timur (AT) yang bertiup disebelah katulistiwa Samudera Pasifik. Angin ini adalah hasil dari komponen timur-barat Angin Pasat Tenggara dan Timur Laut, yang bertiup normal sepanjang tahun dari kawasan Subtropika ke wilayah tekanan rendah di kawasan katulistiwa.sementara itu, Pusat persebaran kolam air hangat ini sangat dipengaruhi oleh Angin Monsun Australia, yaitu pada musim panas utara warm pool lebih menyebar ke bagian utara dan pada musim panas selatan warm pool menyebar lebih ke bagian selatan katulistiwa.

Hubungan Warm Pool, Perubahan Iklim ( La Nina dan El Nino ) dengan Oseanografi di Indonesia

Untuk mengetahui hubungan Warm Pool, perubahan iklim ( La Nina Dan El Nino ) terhadap kondisi Oseanografi negara kepulauan Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu untuk mengetahui kondisi dan karakteristik perairan di Indonesia. Baru kemudian kita mendalami hubungan kedua fenomena tersebut secara mendalam dan menyeluruh.

Berikut ini merupakan kondisi perairan di Indonesia :

  • Angin Monsun

Pada bulan Desember hingga februari Australia dan laut koral secara rata-rata menerima sinar dan bahang (heat) surya yang lebih besar dibandingkan dengan yang diterima Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan.Oleh sebab itu tekanan udara dekat dengan paras bumi di kawasan Australia menjadi lebih rendah daripada yang terjadi di Asia Tenggara. Hasilnya adalah terjadinya tiupan angina dari Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan menuju ke Australia dan Laut koral melewati negara kepulauan Indonesia. Gerakan rotasi bumi juga mempengaruhi arah angina tersebut hingga ke belahan utara khatulistiwa, arah angin rata-rata adalah timur laut sampai utara dan di selatannya arahnya barat sampai barat laut. Musim atau monsunnya disebut monsun barat (MB) atau barat laut Indonesia. Juni hingga Agustus hal sebaliknya terjadi dan monsunnya disebut monsun timur (MT) atau tenggara. Secara umum kedua angina ini baik monsun barat atau monsoon timur disebut juga angin monsun Austrasia. Selama musim barat, angina MB banyak mengangkut uap air lautan, dari sekitar Laut Cina Selatan dan Laut Filipina ke kepulauan Indonesia akibatnya deretan pegunungan di Indonesia memaksa angina dan uap naik ke lapisan atas dan menyebabkan terjadinya pengembunan uap dan dilepaskan dalam bentuk Hujan di daerah ini. Hal ini pula yang menyebabkan curah hujan cukup tinggi. Terlihat pula antara Mindanau dan Papua di kawasan barat khatulistiwa terdapat curah hujan rata-rata 3000 mm per tahun. Hal ini dikarenakan daerah ini merupakan pusat dari warm water pool disertai dengan adanya konveksi yang intensif didertai daerah perawanan yang tinggi. ( Wyrtki,1969 )

  • Arus – Arus Laut

Angin monsun menimbulkan juga adanya arus-arus monsun yang disebut Arus Monsun Indonesia atau Armondo. Arus ini secara rutin mengalir dari Laut Cina Selatan ke Laut Jawa melalui Laut Natuna dan Selat Karimata.( Berlage,1927 ; Ilahude 1996)

Arus Armondo pada tingkat pertama dipengaruhi oleh angina monsun. Hal ini dikarenakan sumbu angina rata-rata praktis berimpit dengan sumbu perairan deretan Laut Cina Selatan – Laut Natuna – Selat Karimata – Laut Jawa, hingga angina tersebut bertiup seolah-olah sebuah terusan. ( Wyrtki,1996)

  • Sebaran Parameter Oseanografi

Angin dan arus yang berganti arah sesuai dengan pergantian musim mempengaruhi pula sebaran sebaran parameter oseanografi di perairan Indonesia. Sebaran menegak parameter oseanografi umumnya tidak menunjukan keragaman yang berarti, karena pengincauan ( mixing ) oleh angina dapat mencakup hingga ke dasar , hingga kolom aair menjadi kecil variasinya.( Irjanto dan ilahude,1969 )

  • Fenomena Upwelling ( taikan )

Salah satu fenomena yang paling sering terjadi di perairan Indonesia adalah Upwelling. Fenomena upwelling ini sangat erat kaitannya dengan monsun Austrasia. Fenomena Upwelling ini umumnya berakibat menurunkan suhu, menaikan nilai salinity, oksigen,dan berbagai zat hara di tempat upwelling ini terjadi. Hal ini pula menyebabkan penaikan biomassa plankton dan ikan-ikan. Berdasarkan hal tersebut angina monsun juga dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan di Indonesia. ( Nontji,1975 ; Amin dan Nugroho,1990 )

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL TERHADAP INDONESIA

Tiga keadaan Meteo-Oseanografi Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim global antara lain adalah kondisi curah hujan baik di darat maupun di laut, suhu paras laut, dan tinggi paras laut. Curah hujan sendiri sangat dipengaruhi oleh El nino yang diperkirakan akan mempengaruhi suhu paras air laut. Pemanasan global akan menaikan paras laut bahkan mungkin akan menaikkan suhu air laut itu sendiri.Di samping itu lubang ozon yang besar akan mempengaruhi kinerja klorofil baik yang ada di darat maupun du laut.

  • Terjadinya El Nino

Serjak atmosfer dan samudera mencapai bentuknya yang sekarang ini , maka interaksi samusfer ( samudera dan atmosfer ) yang mengasilkan El Nino itu telah berlangsung secara rutin , rata-rata setiap empat tahun sekali. El nino biasanya diawali oleh hembusan angina timur yang secara terus-menerus selama dua tahun berturut-turut, sehingga penimbunan warm water pool mencapai maksimum. Ini berarti pula penumpukan air hangat ,peninggian paras laut, dan penjelukan termoklin mencapai titik maksimum pula , yang merupakan suatu situasi yang bertindak sebagai pemicu dan pengawal meluncurnya air hangat kembali ke bagian tengah dan timur pasifik dalam bentuk gelombang-gelombang Kelvin. Bila waktunya bersesuaian dengan menyebarnya warm water pool ke selatan saat monsun barat, maka efek gelombang Kelvin itu menjadi lebih kuat untuk mengalirkan air hangat itu ke timur, hal yang mana akan memperlemah angina timur lebih lanjut. ( Wyrkti,1975 )

Peluasan air hangat di sepanjang khatulistiwa berakibat melemahnya Letupan Angin Barat dan akhirnya memicu awal berakhirnya El Nino. Efek ini diperkuat oleh tibanya musim tenggara yang mulai membentuk Empohan Air Hangatyang baru dan mendorongnya kembali ke utara. Keadaan normal terjadi ketika angin pasat tenggara dan timur laut di khatulistiwa pasifik kembali bertiup secara penuh dan memulai daur El Nino berikutnya. ( suplee,1999 )

Pada proses berikutnya pengaruh Global warming terhadap Indonesia baik berupa La nina maupun El nino secara tidak lanngsung akan ikut mengakibatkan terjadinya berbagai keragaman- keragaman. Berikut ini merupakan dua keragaman yang paling sering terjadi di Indonesia. :

  • KERAGAMAN HUJAN DI INDONESIA

Pola hujan di daerah tropis sangat dipengaruhi oleh pergerakan angin yang ditentukan oleh posisi bumi terhadap matahari. Wilayah di khatulistiwa dipengaruhi oleh konvergensi antar tropis , memiliki hujan yang sangat tinggi dengan dua puncak musim hujan Semakin jauh dari khatulistiwa semakin jelas pola hujan musiman yang disebut Monsoon.

Selain beragam anatar wilayah dan musim, pola dan jumlah hujan juga beragam antar tahun. Fenomena La nina dan El nino yang merupakan fenomena global yang dikendalikan oleh arus laut di Samudera Pasifik adalah faktor yang mempengaruhi keragaman pola dan jumlah hujan tahunan. Faktor lain adalah suhu muka laut di Samudera Hindia yang dingin di sebelah timur dan panas di bagian barat yang disebut Indian Ocean Dipole Mode (IODM).

Keberagaman curah hujan dalam musim juga terjadi. Salah satu factor yang mempengaruhinya adalah Madden Julian Oscilation(MJO). MJO dicirikan oleh pergeseran ke arah timur dari peningkatan atau penurunan curah hujan untuk wilayah yang luas yang terjadi di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Perubahan curah hujan oleh MJO terjadi dalam waktu 30 sampai 60 hari dan hanya terjadi pada tahun elnino dan lanina yang lemah

  • KERAGAMAN HUJAN ANTAR TAHUN

Keragaman hujan antar tahun dikendalikan oleh arus laut yang terus bergerak di daerah pasifik tropis. Secara lebih spesifik hal itu dikendalikan oleh posisi. Dimana di Samudera Pasifik terdapat masa air yang panas elalu di atas 27 derajat yang selalu bergerak ke arah timur. Dalam keaadaan normal warm pool bergerak menurut musim.

Bulan September sampai Februari warm pool berada lebih dekat ke barat, yang membuat Sirkulasi Walker menjadi panjang sampai jauh ke Indonesia, sehingga banyak membawa uap air yang menyebabkan Indonesia mengalami hujan yang sangat besar. Pada bulan Mei-maret warm pool berada bergeser ke arah timur sehingga Sirkulasi Walker menjadi lebih pendek dan tidak memasok uap air untuk Indonesia

Warm pool bisa bergerak jauh ke timur sampai melewati date line dan bahkan sampai ke pantai pasifik di Peru dan di Equador. Keadaan demikian disebut elnino yang mempunyai implilkasi yang sangat luas pada iklim global. Sebaliknya jika warm pool ini jauh ke barat akan terjadi hujan yang berlebihan di Indonesia keadaan ini disebut lanina. Seberapa jauh warm pool ini bergeser dapat diamati melalui perubahan suhu muka laut yang mengindikasikan seberapa parah keadaan el nino..

Sumber :

  • Jurnal Oseanografi Indonesia dan Perubahan Iklim ( La Nina dan El Nino ) oleh A.G Ilahude dan A.Nontji dari Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia.
  • Ysvina Blog ( http:/ysvina.blogspot.com)
  • Defant, A. 1961. In : G. Neumann and W.J. Pierson Jr. “ Principles of Physical Oceanography”. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N,Y., 1966, 545 pp.

Reza Muhammad Azhar

230210080007

program study ilmu kelautan

Universitas Padjadjaran

•December 15, 2009 • 24 Comments

WaRm PooL

Warm Pool merupakan Sebuah Istilah yang lebih Familiarnya di kalangan mahasiswa atau scientist bidang Ilmu kelautan adalah Zona Air Panas.disebut dengan Zona Air Panas karena zona tersebut merupakan zona yang paling hangat dari seluruh Permukaan Laut di Dunia.Pada zona panas ini mengakibatkan Air hangat menguap, membentuk awan, yang menyebabkan banyak hujan. Jadi, dengan zona air panas, kita mendapat banyak curah hujan di barat Pasifik tropis.

Hubungan Warm Pool, Perubahan Iklim ( La Nina dan El Nino ) dengan Oseanografi di Indonesia

Untuk mengetahui hubungan Warm Pool, perubahan iklim ( La Nina Dan El Nino ) terhadap kondisi Oseanografi negara kepulauan Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu untuk mengetahui kondisi dan karakteristik perairan di Indonesia. Baru kemudian kita mendalami hubungan kedua fenomena tersebut secara mendalam dan menyeluruh.

Berikut ini merupakan kondisi perairan di Indonesia :

  • Angin Monsun

Pada bulan Desember hingga februari Australia dan laut koral secara rata-rata menerima sinar dan bahang (heat) surya yang lebih besar dibandingkan dengan yang diterima Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan.Oleh sebab itu tekanan udara dekat dengan paras bumi di kawasan Australia menjadi lebih rendah daripada yang terjadi di Asia Tenggara. Hasilnya adalah terjadinya tiupan angina dari Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan menuju ke Australia dan Laut koral melewati negara kepulauan Indonesia. Gerakan rotasi bumi juga mempengaruhi arah angina tersebut hingga ke belahan utara khatulistiwa, arah angin rata-rata adalah timur laut sampai utara dan di selatannya arahnya barat sampai barat laut. Musim atau monsunnya disebut monsun barat (MB) atau barat laut Indonesia. Juni hingga Agustus hal sebaliknya terjadi  dan monsunnya disebut monsun timur (MT) atau tenggara. Secara umum kedua angina ini baik monsun barat atau monsoon timur disebut juga angin monsun Austrasia. Selama musim barat, angina MB banyak mengangkut uap air lautan, dari sekitar Laut Cina Selatan dan Laut Filipina ke kepulauan Indonesia akibatnya deretan pegunungan di Indonesia memaksa angina dan uap naik ke lapisan atas dan menyebabkan terjadinya pengembunan uap dan dilepaskan dalam bentuk Hujan di daerah ini. Hal ini pula yang menyebabkan curah hujan cukup tinggi. Terlihat pula antara Mindanau dan Papua di kawasan barat khatulistiwa terdapat curah hujan rata-rata 3000 mm per tahun. Hal ini dikarenakan daerah ini merupakan pusat dari warm water pool disertai dengan adanya konveksi yang intensif didertai daerah perawanan yang tinggi. ( Wyrtki,1969 )

  • Arus – Arus Laut

Angin monsun menimbulkan juga adanya arus-arus monsun yang disebut Arus Monsun Indonesia atau Armondo. Arus ini secara rutin mengalir dari Laut Cina Selatan ke Laut Jawa melalui Laut Natuna dan Selat Karimata.( Berlage,1927 ; Ilahude 1996)

Arus Armondo pada tingkat pertama dipengaruhi oleh angina monsun. Hal ini dikarenakan sumbu angina rata-rata praktis berimpit dengan sumbu perairan deretan Laut Cina Selatan – Laut Natuna – Selat Karimata – Laut Jawa, hingga angina tersebut bertiup seolah-olah sebuah terusan. ( Wyrtki,1996)

  • Sebaran Parameter Oseanografi

Angin dan arus yang berganti arah sesuai dengan pergantian musim mempengaruhi pula sebaran sebaran parameter oseanografi di perairan Indonesia. Sebaran menegak parameter oseanografi umumnya tidak menunjukan keragaman yang berarti, karena pengincauan ( mixing ) oleh angina dapat mencakup hingga ke dasar , hingga kolom aair menjadi kecil variasinya.( Irjanto dan ilahude,1969 )

  • Fenomena Upwelling ( taikan )

Salah satu fenomena yang paling sering terjadi di perairan Indonesia adalah Upwelling. Fenomena upwelling ini sangat erat kaitannya dengan monsun Austrasia. Fenomena Upwelling ini umumnya berakibat menurunkan suhu, menaikan nilai salinity, oksigen,dan berbagai zat hara di tempat upwelling ini terjadi. Hal ini pula menyebabkan penaikan biomassa plankton dan ikan-ikan. Berdasarkan hal tersebut angina monsun juga dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan di Indonesia. ( Nontji,1975 ; Amin dan Nugroho,1990 )

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL TERHADAP INDONESIA

Tiga keadaan Meteo-Oseanografi Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim global  antara lain adalah kondisi curah hujan baik di darat maupun di laut, suhu paras laut, dan tinggi paras laut. Curah hujan sendiri sangat dipengaruhi oleh El nino yang diperkirakan akan mempengaruhi suhu paras air laut. Pemanasan global akan menaikan paras laut bahkan mungkin akan menaikkan suhu air laut itu sendiri.Di samping itu lubang ozon yang besar akan mempengaruhi kinerja klorofil baik yang ada di darat maupun du laut.

  • Terjadinya El Nino

Serjak atmosfer dan samudera mencapai bentuknya yang sekarang ini , maka interaksi samusfer ( samudera dan atmosfer ) yang mengasilkan El Nino itu telah berlangsung secara rutin , rata-rata setiap empat tahun sekali. El nino biasanya diawali oleh hembusan angina timur yang secara terus-menerus selama dua tahun berturut-turut, sehingga penimbunan warm water pool mencapai maksimum. Ini berarti pula penumpukan air hangat ,peninggian paras laut, dan penjelukan termoklin mencapai titik maksimum pula , yang merupakan suatu situasi yang bertindak sebagai pemicu dan pengawal meluncurnya air hangat kembali ke bagian tengah dan timur pasifik dalam bentuk gelombang-gelombang Kelvin. Bila waktunya bersesuaian dengan menyebarnya warm water pool ke selatan saat monsun barat, maka efek gelombang Kelvin itu menjadi lebih kuat untuk mengalirkan air hangat itu ke timur, hal yang mana akan memperlemah angina timur lebih lanjut. ( Wyrkti,1975 )

Peluasan air hangat  di sepanjang khatulistiwa berakibat melemahnya Letupan Angin Barat dan akhirnya memicu awal berakhirnya El Nino. Efek ini diperkuat oleh tibanya musim tenggara yang mulai membentuk Empohan Air Hangatyang baru dan mendorongnya kembali ke utara. Keadaan normal terjadi ketika angin pasat tenggara dan timur laut di khatulistiwa pasifik kembali bertiup secara penuh dan memulai daur El Nino berikutnya. ( suplee,1999 )

KERAGAMAN HUJAN DI INDONESIA

Pola hujan di daerah tropis sangat dipengaruhi oleh pergerakan angin yang ditentukan oleh posisi bumi terhadap matahari. Wilayah di khatulistiwa dipengaruhi oleh konvergensi antar tropis , memiliki hujan yang sangat tinggi dengan dua puncak musim hujan। Semakin jauh dari khatulistiwa semakin jelas pola hujan musiman yang disebut Monsoon.

Selain beragam anatar wilayah dan musim, pola dan jumlah hujan juga beragam antar tahun. Fenomena La nina dan El nino yang merupakan fenomena global yang dikendalikan oleh arus laut di Samudera Pasifik adalah faktor yang mempengaruhi keragaman pola dan jumlah hujan tahunan. Faktor lain adalah suhu muka laut di Samudera Hindia yang dingin di sebelah timur dan panas di bagian barat yang disebut Indian Ocean Dipole Mode (IODM).

Keberagaman curah hujan dalam musim juga terjadi. Salah satu factor yang mempengaruhinya adalah Madden Julian Oscilation(MJO). MJO dicirikan oleh pergeseran ke arah timur dari peningkatan atau penurunan curah hujan untuk wilayah yang luas yang terjadi di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Perubahan curah hujan oleh MJO terjadi dalam waktu 30 sampai 60 hari dan hanya terjadi pada tahun elnino dan lanina yang lemah

KERAGAMAN HUJAN ANTAR TAHUN

Keragaman hujan antar tahun dikendalikan oleh arus laut yang terus bergerak di daerah pasifik tropis. Secara lebih spesifik hal itu dikendalikan oleh posisi. Dimana di Samudera Pasifik terdapat masa air yang panas elalu di atas 27 derajat yang selalu bergerak ke arah timur. Dalam keaadaan normal warm pool bergerak menurut musim.

Bulan September sampai Februari warm pool berada lebih dekat ke barat, yang membuat Sirkulasi Walker menjadi panjang sampai jauh ke Indonesia, sehingga banyak membawa uap air yang menyebabkan Indonesia mengalami hujan yang sangat besar. Pada bulan Mei-maret warm pool berada bergeser ke arah timur sehingga Sirkulasi Walker menjadi lebih pendek dan tidak memasok uap air untuk Indonesia।

Warm pool bisa bergerak jauh ke timur sampai melewati date line dan bahkan sampai ke pantai pasifik di Peru dan di Equador. Keadaan demikian disebut elnino yang mempunyai implilkasi yang sangat luas pada iklim global. Sebaliknya jika warm pool ini jauh ke barat akan terjadi hujan yang berlebihan di Indonesia keadaan ini disebut lanina. Seberapa jauh warm pool ini bergeser dapat diamati melalui perubahan suhu muka laut yang mengindikasikan seberapa parah keadaan el nino..

Sumber :

  • Jurnal Oseanografi Indonesia dan Perubahan Iklim ( La Nina dan El Nino ) oleh A.G Ilahude dan     A.Nontji dari Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia.
  • Ysvina Blog